Penentuan awal masa shaum dan Idul Fitri biasanya ditentukan oleh pengamatan Hilal, sabit Bulan tipis yang nampak oleh mata bugil pada langit senja di kaki langit Barat sesaat setelah Bulan melewati fase konjungsi atau dalam bahasa arab dikenal sebagai Ijtimak. Pada fase ini Bulan tidak dapat terlihat dari Bumi karena permukaan yang nampak dari bumi tidak mendapat sinar Matahari atau yang juga kita kenal sebagai fasa Bulan Baru. Acuan Visibilitas hilal ini memberi implikasi perbedaan setiap bulan islam bisa terdiri dari 29 hari atau 30 hari.Untuk mengamati penampakan Hilal di penghujung senja di ufuq Barat, ada beberapa kaidah yang sebaiknya diketahui secara umum, yakni:
1.Langit cerah atau cukup cerah berawan tipis
2.Waktu pengamatan telah melewati waktu konjungsi/ijtimak3.Waktu penampakan hilal umumnya dalam senja nautika (jarak zenith Matahari sekitar 95 atau 96 derajat)
4.Pada saat Matahari terbenam dan bahkan Matahari mencapai jarak zenith sekitar 95 atau 96 derajat posisi Bulan masih harus di atas ufuq . Penampakan hilal umumnya dalam langit senja nautika ketika kedudukan Matahari mencapai 5 atau 6 derajat di bawah ufuq atau di bawah horizon Barat. Senja nautika diantara senja sipil dan senja astronomi..
5.Ukuran luas sabit Bulan sedemikian rupa sehingga bisa cukup terang dan mudah dideteksi oleh mata bugil manusia.Dalam penentuan awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, Indonesia menganut sistem Hisab Rukyat. Hisab merupakan sistem penentuan dengan melakukan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi Bulan untuk mengetahui dimulainya awal bulan dan Rukyat merupakan penentuan yang dilakukan dengan mengamati visibilitas hilal. Pengamatan yang dilakukan bisa menggunakan teleskop ataupun mata bugil setelah matahari terbenam. Hal ini dikarenakan ukurannya yang sangat tipis dan intensitas cahaya hilal yang jauh lebih redup dari Matahari. Jika hilal bisa terlihat, maka itulah awal bulan baru. Seandainya tidak, awal bulan baru dapat ditetapkan untuk mulai keesokan harinya.
Awal Ramadhan 1430 HKonjungsi Matahari-Bumi -Bulan akan terjadi pada hari Kamis, 20 Agustus 2009 pukul 17:01 wib. Kedudukan B Kedudukan Bulan pada saat Matahari terbenam pada tanggal 20 Agustus 2009, sekitar 1 hingga 3 derajat di bawah ufuq.
Pada tanggal 20 Agustus 2009 secara umum di wilayah Indonesia Bulan terbenam beberapa menit mendahului Matahari. Aturan penetapan awal Bulan berdasarkan kriteria bila konjungsi atau ijtimak berlangsung sebelum maghrib (sebelum Matahari terbenam) tidak bisa dipergunakan untuk memprediksi adanya hilal. Bila aturan itu dipergunakan pada kasus pencarian hilal awal Ramadlan 1430 H bisa keliru (Bulan sudah terbenam, disangka masih di atas ufuq), tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam adalah sekitar -2 derajat (di bawah ufuq) tidak selamanya selalu di atas ufuq.
Pada tanggal 21 Agustus 2009 posisi tinggi Bulan saat matahari terbenam sudah mencapai sekitar 10 derajat dan luas sabit Bulan sudah mencapai sekitar 2 %. Dapat disimpulkan, awal Ramadhan 1430 H akan jatuh pada tanggal 21 Agustus 2009 dan Sabtu 22 Agustus 2009 akan menjadi shaum pertama.
Untuk penentuan awal Ramadhan, Departemen Agama akan melakukan sidang istbat hari Kamis, 20 Agustus 2009, dan pelaksanaan pengamatan Hilal juga akan dilaksanakan dari beberapa lokasi di Indonesia oleh tim astronomi dari Bosscha dan juga rekan-rekan astronom amatir yang ada di Indonesia.
Penentuan Awal Syawal 1430 H
Ijtimak akhir Ramadhan 1430 H bertepatan dengan tanggal 19 September pukul 01:44 wib. Posisi Bulan dan Matahari saat terbenam setelah ijtimak, bulan berada cukup tinggi sekitar 4 hingga 5 derajat di atas ufuq. Berdasarkan kondisi ini, diperkirakan Idul Fitri akan jatuh pada tanggal 20 September 2009.
Posisi Bulan setelah ijtimak pada tanggal 19 September 2009. Matahari terbenam lebih dahulu, dan bulan mencapai tinggi sekitar 5 derajat. Sumber : Stellarium
Pada tanggal 19 September 2009 secara umum di wilayah Indonesia Bulan terbenam beberapa menit setelah Matahari terbenam. Pada tanggal 19 September 2009 tinggi Bulan mencapai 5 derajat 22 menit pada saat Matahari terbenam jam 17:51 wib dan luas sabit Bulan hampir mencapai 1%, sedang pada tanggal 20 September 2009 tinggi Bulan menjadi 17 derajat 41 menit (lebih dari 15 derajat) dan luas sabit bulan telah mencapai 4%.
Jadi bisa disimpulkan hilal awal Syawal 1430 H walaupun sulit masih mempunyai kemungkinan untuk bisa dirukyat dari wilayah Indonesia. Bulan mempunyai posisi beda deklinasi lebih dari 5 derajat dari Matahari, jarak busur Bulan dan Matahari cukup besar dan berpeluang untuk bisa dirukyat.
Hasil pengamatan hilal 19 September 2009 akan ikut menentukan apakah Ramadhan 1430 H terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Bagi yang berpandangan posisi Bulan sudah cukup memenuhi kriteria tanda awal Bulan Syawal 1430 H maka awal Syawal 1430 H jatuh pada 19 September 2009 setelah maghrib dan shalat Ied 1430 H pada hari Ahad tanggal 20 September 2009.
Sidang itsbat direncanakan akan diselenggarakan tanggal 19 September 2009. Rukyatul hilal Nasional melibatkan beberapa ahli astronomi tersebar dibeberapa titik pengamatan di seluruh wilayah Indonesia (Kupang, Ternate, Semarang, Ujung Pandang, CondroDipo, LhokNga Aceh dan Observatorium Bosscha) dan rukyatul hilal para ahli rukyat dari ormas Islam maupun pemburu Hilal. Hasil pengamatan Hilal mereka menjadi pertimbangan dalam menetapkan awal Syawal 1430 H.
Sumber : RAMADHAN 1430 H 29 ATAU 30 HARI ? oleh Dr. Moedji Raharto, KK Astronomi – FMIPA ITB
(Tayangan Hilal dapat dinikmati di website Hilal, Observatorium Bosscha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar