Kamis, 05 Agustus 2010

Apa itu Tsunami Matahari?

Beberapa hari yang lalu, ramai diberitakan di media mengenai adanya fenomena ‘tsunami Matahari’. Menghebohkan? Bagi masyarakat awam, tentunya cukup menyentak perhatian, terlebih lagi, dikarenakan trauma akan bencana alam, kata ‘tsunami’ tentu membuat kebanyakan kita menjadi khawatir.



Tetapi, seringkali penggunaan istilah yang berbeda pada khazanah yang berbeda bisa menyebabkan kesalahpahaman. Sudahlah menjadi kelumrahan alam, bahwa Matahari selalu menghasilkan fenomena yang sangat-sangat dahsyat, dengan lepasan energi yang sangat luar biasa, dalam istilah yang sudah sering didengar seperti: ledakan Matahari (solar flare), atau pelontaran massa korona (CME/Coronal Mass Ejection), adalah kata kunci yang dengan mudah kita temukan di internet. Tetapi, ‘tsunami Matahari’?

Kembali pada fenomena yang dahsyat di Matahari, fenomena ‘spektakular’ ini teramati semenjak pengamatan SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) mulai dilakukan di pertengahan tahun 90an, ketika terjadi pelontaran massa (CME), disertai adanya gelombang bergelora bagaikan tsunami. Tetapi apakah itu benar terjadi ‘tsunami’ di Matahari?

Tetapi, sebagaimana ilmu pengetahuan yang harus selalu mencari kepastian jawab, dibutuhkan pengamatan lebih baik, sampai dengan ketika pengamatan yang dilakukan oleh STEREO (Solar Terrestrial Relations Observatory), di tahun 2009 berhasil menunjukkan bahwa, menunjukkan bahwa benarlah itu terjadi ‘tsunami’ di Matahari.

Wahana STEREO adalah wahana kembar yang mengamati Matahari dari dua sisi berbeda, mendahului dan mengikuti Matahari, berbeda dengan SOHO yang berada di antara Bumi-Matahari (Gambar 1). Dengan demikian, maka pengamatan STEREO dapat menunjukkan bagaimana bila terjadi pelontaran massa di Matahari, dapat dikaji fisisnya dengan lebih baik.


Dengan melihat fenomena dari dua sisi, dapat diperlihatkan, ketika adanya gelombang yang muncul, ketika prominensa Matahari berosilasi akibat terkena hantaman gelombang, dan pada saat itu, kita dapat melihat bahwa ‘tsunami’ sedang terjadi dengan sangat kuat. DIkatakan sangat kuat, karena gelombang raksasa tersebut tersusun dari plasma panas dan bermedan magnet.

Tsunami Matahari tidak memberikan dampak yang mengancam pada Bumi, tetapi dapat menjadi diagnosa pada kondisi pada Matahari. Selain itu, fenomena yang perlu diwaspadai adalah fenomena seperti ledakan (flare) dan CME, karena dengan mengetahui adanya tsunami, dapat memberi informasi pada ‘Cuaca Antariksa’. Dampak cuaca antariksa ini lebih dirasakan pada teknologi modern, seperti teknologi satelit, komunikasi dan navigasi. Di Indonesia, sudah ada lembaga yang menangani cuaca antariksa, yaitu LAPAN, sehingga, tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan, karena itu semua adalah fenomena alam, disamping, ada fenomena-fenomena indah yang berkait dengan cuaca antariksa itu, seperti aurora (bagi mereka yang tinggal di lintang tinggi tentunya).

Dari Flare Matahari Hingga Aurora

Tanggal 3 Agustus 2010, tampaknya ada sedikit “kehebohan tentang berita akan ada tsunami matahari yang mengancam Bumi. Berita yang dirilis berbagai media ini jelas menimbulkan “pertanyaan plus kepanikan” ada apa?

Flare Matahari yang direkam pada tanggal 1 Agustus 2010. Kredit : NASA/SDO

Rentetan pertanyaan yang muncul, apa bahayanya? apakah benar ini akan terjadi? Agak mengejutkan karena sebenarnya tidak ada sesuatu yang berbahaya yang sedang terjadi. Tapi yuk sejenak meninjau lagi apa yang terjadi tersebut sejak tanggal 1 Agustus lalu.

Tgl 1 Agustus 2010, sekitar pukul 15.55 wib, satelit GOES yang mengorbit Bumi mendeteksi terjadinya flare Matahari atau ledakan di Matahari berskala C3. Asalnya dari daerah yang cukup aktif yakni bintik matahari 1092 yang tampak dari Bumi. Apakah skala C3 ini besar atau kecil?

Dalam flare Matahari, kelas atau skala C ini tergolong kecil apalagi jika dibandingkan dengan flare skala X atau M yang dikenal sebagai badai Matahari. Jika flare berskala C ini mengarah ke Bumi, ada beberapa konsekuensi yang bisa terjadi di antaranya gangguan ketinggian orbit satelit dan penampakan aurora atau cahaya yang berdansa di area berlintang tinggi.

Pada umumnya aurora sering muncul di kutub namun untuk kejadian ini, di beberapa area berlintang tinggi pun bisa melihat Aurora. Aurora tampak karena adanya interaksi partikel Matahari yang terjebak dalam medan magnet dan atmosfer Bumi.

Lontaran Massa Matahari Yang Mengarah Ke Bumi

Untuk flare Matahari yang terjadi tanggal 1 Agustus lalu memang melontarkan Coronal Mass Ejection (CME) atau lontaran ateri dari korona yang mengarah ke Bumi. CME merupakan pelepasan material dari korona yang teramati sebagai letupan yang menyembur dari permukaan Matahari. CME yang berupa awan besar berisi partikel bermuatan dilontarkan dari Matahari selama terjadinya flare untuk beberapa jam. CME bisa membawa muatan sampai dengan 10 juta ton plasma (1016 gr). CME ini kemudian bergerak menjauhi Matahari dengan kecepatan jutaan mil per jam, dan bisa mencapai Bumi dalam waktu 3-4 hari.

Saat CME mencapai Bumi, ia akan berinteraksi dengan medan magnet di Bumi dan berpotensi untuk menimbulkan badai geomagnetik. Pada kejadian tersebut, aliran partikel Matahari akan mengalir turun sesuai dengan garis-garis medan magnetik Bumi ke kutub-kutub Bumi dan bertabrakan dengan atom nitrogen dan oksigen di atmosfer. Akibatnya?

Akan muncul aurora atau lapisan cahaya bak tirai yang sangat spektakuler. Inilah yang diharapkan dapat dilihat oleh masyarakat Bumi di kutub dan area lintang tinggi. Tidak akan ada efek signifikan bagi Bumi. Apalagi flare ini masih terhitung kecil dibanding flare yang terjadi 28 Oktober 2003 yang berskala X-18 dan menyebabkan gangguan kinerja instrumen WAAS berbasis GPS milik FAA AS selama 30 jam dan padamnya listrik.

Dampak lain yag terjadi jika terjadi badai matahari dalam skala cukup besar, antara lain: gangguan pada jaringan listrik karena transformator dalam jaringan listrik akan mengalami kelebihan muatan, gangguan telekomunikasi (merusak satelit, menyebabkan black-out frekuensi HF radio, dll), navigasi, dan menyebabkan korosi pada jaringan pipa bawah tanah. Untuk kejadian flare tanggal 1 Agustus, tidak akan terjadi gangguan yang signifikan pada Bumi.

Aurora Nan Indah
Tanggal 3 Agustus 2010, lontaran massa itu tiba di Bumi dan menyebabkan terjadinya badai geomagnetik yang menghasilkan tirai cahaya berwarna hijau dan merah di beberapa lokasi berlintang tinggi. Beberapa lokasi yang melihat cahaya utara ini adalah Wisconsin dan Michigan, US, dan wilayah Eropa berlintang tinggi seperti Jerman, Denmark dll. Beberapa foto telah dirilis dari para pengamat langit dan bisa dilihat di AKM e.V. Forum dan spaceweather.com.

Aurora yang tampak di Denmark, lintang +56. Kredit : Jesper Grønne / spaceweather

Hari ini, tanggal 4 Agustus 2010, CME kedua sudah tiba berdasarkan pantauan GOES dan akan memperlihatkan keindahan aurora bagi penduduk dan pengamat langit di area berlintang tinggi.

Cahaya utara aka aurora yang terlihat di Stockholm,, Swedia tanggal 4 Agustus 2010 saat badai kedua tiba di Bumi. Kredit : Peter Rosén / spaceweather

Aurora yang dipotret tgl 4 agustus 2010 saat badai kedua tiba. Foto diambil di Lake Superior, Michigan. Kredit : Shawn Malone / spaceweather

Sumber : Science@NASA, SpaceWeather