Gunanya tidak lain agar manusia beroleh keinsyafan sejalan dengan tuntunan hidup dalam Alquran yang diturunkan dulunya juga pada bulan itu. Hal demikian menjadi salah satu unsur kenapa orang dianjurkan memakai penanggalan Lunar Year, termuat pada Ayat 9/36 dan 9/37, dan dilarang memakai penanggalan Solar Year yaitu pergantian musim yang dari abad ke abad selalu berkurang waktunya.
Secara umum, penanggalan Qamariah dapat diketahui berlangsung permanen di seluruh zaman atas perhitungan orbit Bulan keliling Bumi dengan kecepatan tanpa perubahan, dimulai dari waktu berlakunya sesuatu gerhana Surya total ataupun separuhnya. Untuk itu telah kita susun suatu kalender dimulai dari Tahun 1351 sampai dengan Tahun 1450. Itulah yang dimaksud ALLAH pada Ayat 2/185 “siapa yang membuktikan dari kamu bulan itu, hendaklak mempuasakannya,” dan sebelumnya hendaklah menyampaikan kepada masyarakat tentang ibadah itu.
Jadi, bukanlah orang yang mengetahui awal bulan itu Ramadhan agar serentak bersama-sama melakukan ibadah itu. Jadi, bukanlah orang yang mengetahui awal bulan itu harus berpuasa sendiri sambil membiarkan orang lain saling bertanya atau menunggu terbitnya Hilal bulan Ramadhan secara nyata di angkasa. Sikap begini tidak tepat bagi orang-orang beriman yang hidup dalam masyarakat Islam termuat pada awal Ayat 2/185 itu sendiri.
Tetapi semenjak lama sudah menjadi tradisi pada sementara masyarakat Islam bahwa mereka memahami maksud Ayat Suci tadi dengan melihat Hilal Ramadhan di ufuk barat sewaktu Surya hendak atau sudah terbenam, bahkan ada yang membentuk badan dan jawatan resmi untuk keperluan itu dengan ongkos besar dan usaha susah payah.
Mungkin mereka tidak memiliki bahan perhitungan cukup untuk suatu susunan kalender Qamariah jangka panjang, maka dalam hal ini wajarlah mereka memakai Rukyah atau melihat Hilal Bulan di ufuk barat. Dan memang pada Ayat 2/184 dinyatakan puasa itu pada hari-hari berbilang yaitu bukan selama jumlah hari yang tegas ditentukan.
Semenjak zaman Nabi Muhammad pernah kejadian bahwa Ramadhan ada kalanya 30 hari dan ada kalanya 29 hari, sedangkan 11 bulan lainnya mempunyai jumlah hari yang tetap dari tahun ke tahun.
Sebaliknya mungkin pula mereka salah tanggap tentang beberapa istilah hingga juga menimbulkan salah terjemah dan salah pasang. Kalimat asli pada Ayat 2/185 diantaranya berbunyi “FAMAN SYAHIDA MINKUMUSY SYAHRA FAL YASHUMHU”, hingga mengandung ketentuan ilmiah tentang perhitungan penanggalan Qamariah, tetapi ada terjemahan Alquran di akhir abad 14 Hijriah memberikan arti lain, di bawah ini kita kutipkan dan membandingkan dengan terjemahan wajar:
Terjemahan keliru:
2/185. ………………………………………………
Barang siapa di antara kamu menjalani bulan itu hendaklah berpuasa selama itu…..
2/185. ……………………………………………
Barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.
Terjemahan wajar:
2/185. ... ...............
Siapa yang membuktikan dari kamu bulan itu, hendaklah mempuasakannya.
Walaupun pada ketiga terjemahan itu terdapat perbedaan yang banyak, namun yang diperbincangkan di sini hanyalah mengenai terjemahan istilah SYAHIDA dan SYAHRA. Kedua macam istilah itu banyak ditemui dalam Alquran, SYAHIDA tercantum pada Ayat 2/185, 3/18, 3/86, 4/15, 6/19, 6/130, 6/150, 7/37, 12/26, 12/81, 21/61, 24/2, 24/8, 24/24, 27/32, 41/20, 43/19, 43/86, 46/10, 59/11, dan 65/2. Semuanya berarti “membuktikan” dan tidak satu juga yang diartikan dengan “menjalani” atau “hadir”.
Bagaimana pula cara menterjemahkan dua kalimat syahadah jika SYAHIDA diartikan dengan itu hingga berupa “Aku menjalani (hadir) bahwa tiada Tuhan selain ALLAH.” Jadi SYAHIDA haruslah diartikan dengan MEMBUKTIKAN yaitu pengakuan ilmiah bahwa Tuhan hanya ALLAH dan Muhammad Rasul-NYA sekali pun tidak pernah melihatnya.
Sejauh ini kita belum sampai pada sasaran tentang sebab-musabab adanya masyarakat yang melihat Hilal Ramadhan agar besoknya mulai berpuasa wajib. Mungkin ada orang yang memahami Ayat 2/185 tadi dengan “Siapa yang melihat dari kamu Bulan itu hendaklah mempuasakannya.” Hal ini pun bersalahan dengan maksud Ayat Suci sebenarnya, karena yang dapat dilihat ialah MOON atau BULAN yang mengorbit di angkasa, dalam Alquran disebut dengan QAMAR, sedangkan yang tercantum pada Ayat 2/185 ialah istilah SYAHRA berarti “bulan” penanggalan yang tidak dapat dilihat dengan mata karena dia hanyalah nama dari sejumlah hari berkelompok jadi satu bagian dari duabelas bagian lainnya dalam setahun. Istilah YAHRU dapat dibaca pada Ayat 2/185, 4/92, 9/36, 34/12, dan 46/15.
Jadi, yang dimaksud pada Ayat 2/185 bukanlah melihat Bulan atau Hilalnya di ufuk barat waktu maghrib, tetapi mengetahui bulan penanggalan Ramadhan dan dapat membuktikan dengan perhitungannya,langsung menyatakan kepada masyarakat melalui berbagai media, lalu memulai ibadah puasa Ramadhan pada hari tanggal pertama dari bulan itu.
Kelemahan bagi pelaksana Rukyah Hilal antara lain ialah sebagai berikut:
Sekiranya ijtimak Bulan dan Surya berlaku hari Rabu pada jam antara 18.00 sampai 06.00 besoknya atau selama 12 jam malam itu menurut Standard Tme di Jawa, maka sesudah ijtimak tersebut harus dicatat tanggal 1 bulan baru. Dan semisalnya hari itu awal Ramadhan, tentulah wajib puasa harus terlaksana, tetapi Rukyah Hilal tidak kelihatan hingga penduduk-penduduk Jawa tidak berpuasa pada hari Kamis tanggal 1 Ramadhan itu.
Demikian pula untuk menentukan hari pertama bulan Ramadhan berdasarkan Rukyah Hilal yang tentunya sangat tipis halus, setipis kertas kuning. Sia-sialah mereka yang benar-benar hendak melihat Hilal tersebut untuk ibadah puasa Ramadhan besoknya.
Dengan kelemahan atau tepatnya usaha yang tidak wajar itu, maka benarlah Alquran dengan ketentuan tercantum pada Ayat 2/185 bahwa siapa yang dengan perhitungannya mengenai penanggalan Qamariah dapat menentukan suatu hari adalah tanggal pertama bulan Ramadhan, lalu dia harus menyatakannya kepada masyarakat ramai dan berpuasa siang hari bersama-sama selama 29 atau 30 hari. Tentang ini berlakulah apa yang dimaksud ALLAH pada Ayat:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
2/159. Bahwa orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang KAMI turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk sesudah apa-apa yang KAMI terangkan untuk manusia dalam kitab. Itulah yangALLAH kutuki mereka dan dikutuki oleh orang-orang yang mengutuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar