Fenomena El Nino atau menghangatnya suhu muka laut di Samudra Pasifik mulai menggejala akhir Mei lalu dan cenderung menguat pada bulan ini. Namun, melihat pola dan lokasi ”kolam panas” "areal permukaan laut yang menghangat" ada kecenderungan versi baru El Nino yang disebut El Nino Modoki.
El Nino yang umumnya ditandai terjadinya anomali suhu muka laut di kawasan khatulistiwa di Samudra Pasifik disebut kolam panas. Hal ini mengakibatkan suplai uap air tinggi di kawasan Peru sehingga mengakibatkan banyak hujan di wilayah itu, sebaliknya kekeringan di wilayah Asia, terutama Indonesia.
Berbeda dengan El Nino, munculnya Modoki (bahasa Jepang) yang berarti ”serupa tapi berbeda”, ditunjukkan oleh adanya ”kolam panas” yang terkonsentrasi hanya di bagian tengah Samudra Pasifik. Bagian timur dan barat Pasifik tetap dingin. Kondisi ini menyebabkan rendahnya suplai uap air atau terbentuknya awan hujan di Peru dan di timur Indonesia.
Riset El Nino Modoki juga dilakukan peneliti dari Georgia Institute of Technology. ”Umumnya, El Nino menyebabkan menurunnya kejadian badai di Atlantik. Namun, tipe baru ini justru meningkatkan badai,” ujar Peter Webster, guru besar di Georgia Tech’s School of Earth and Atmospheric Sciences.
Menurut penelitian Webster yang muncul pada Jurnal Science edisi Juli lalu, El Nino Modoki lebih mudah diprediksi dibandingkan dengan El Nino. El Nino berubah menjadi Modoki oleh osilasi alami El Nino atau merupakan respons El Nino terhadap menghangatnya atmosfer atau karena La Nina mengubah struktur El Nino.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar